Powered By
widgetmate.com
Sponsored By
Digital Camera

Selasa, 03 Maret 2009

Kemakmuran dan Kenyataan Sejarah bag.2-B

Imam Semar

Liquiditas, Nama Baru Inflasi
Sejarah selalu berulang walaupun tidak sama persis. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa kita bisa belajar dari sejarah. Apakah itu untuk kebaikan atau untuk kejahatan. Kekuasaan dan monopoli moneter menjadi landasan Kekaisaran Romawi melakukan mengenceran kadar emas yang terkandung di dalam uang dinarius nya dari 90% menjadi hampir 0% selama 250 tahun. Perlahan tetapi pasti. Atau kalau anda mau mencarinya di internet, cerita tentang John Law dan Duke Philippe d'Orléans berserta Banque Royale (Royal Bank) di tahun 1716 sampai 1720. Sampai-sampai orang Prancis alergi terhadap kata bank. Yang kita jumpai sekarang ini adalah Credit Lyonese atau Credit Suisse. Atau kalau anda buka situsnya Bank Indonesia, dan membaca sejarah Bank Indonesia, anda akan tahu bahwa keuangan republik ini didirikan di atas inflasi untuk membiayai perjuangan kemerdekaan dulu. Atau kalau mau baca majalah atau koran luar negri baru-baru ini tentang Zimbabwe, inflasinya 1700%!!!

Di situs Bank Indonesia (BI) bisa dijumpai data jumlah uang M2 yang beredar dari tahun 1990 sampai sekarang. Tahun 1990 jumlah uang M2 yang beredar sekitar Rp 60 triliyun. Kurang dari 17 tahun kemudian (tahun 2007) jumlah itu sudah mencapai hampir Rp 1400 triliyun atau 23 kali lipat (lihat Grafik-1). Dapat dipastikan harga-harga barang sudah naik 23 kali lipat selama 17 tahun ini. Bukannya harga-harga naik, tetapi nilai uang diturunkan. Selama 17 tahun, 86% nilai rupiah sudah dihancurkan. Sekarang nilainya hanya 4% dari nilai riil di tahun 1990. Jadi jika anda 27 tahun lalu pensiun, dapat pesangon pensiun dan hidup dari bunga deposito uang tersebut, maka pada saat ini nilai riil uang anda di bank hanya tersisa 4% saja. Sekarang anda akan mengalami kesulitan hidup. Dan yang lebih merisaukan lagi ialah bahwa sejak tahun 2005 laju kenaikan uang yang beredar mengalami percepatan. Inflasi meningkat. Berarti penurunan nilai riil uang anda semakin dipercepat.



Grafik 1 Uang M2 yang beredar (sumber: Bank Indonesia)

Kalau kita mundur lagi ke belakang pada saat republik ini baru diakui dunia yaitu tahun 1950. Jumlah uang yang beredar hanya Rp 3,9 milyar rupiah ORI (Sumber: BI). Jumlah ini sama dengan Rp 195 ribu nominal uang Orba. (Ingat Rupiah mengalami 3 kali pengguntingan nilai nominalnya). Kalau sekarang Rp 195 ribu adalah penghasilan sehari pemulung di depan rumah saya, tetapi 57 tahun lalu adalah semua uang yang beredar di republik ini. Selama 57 tahun nilai riil rupiah sudah dihancurkan dan hanya tersisa 0.0000000142% saja (oooalah banyak benar nolnya!!). Praktis NOL.

Nama baru inflasi saat ini ialah liquiditas. Kalau liquiditas naik artinya, inflasi meningkat. Dipersepsikan bahwa liquiditas adalah obat untuk segala persoalan ekonomi. Pembangunan ekonomi, untuk menggerakkan ekonomi, mencegah dan mengobati krisis ekonomi diperlukan liquiditas yang cukup. Sejak krisis moneter Asia 1997, krisis LTCM (Long Term Capital Management), krismon Russia, sampai krisis bursa Teknologi US, liquiditas membanjir. Selama dua tahun terakhir ini terjadi percepatan laju kenaikkan rupiah yang beredar yang cukup mencemaskan, antara 14% -20%. Soal cetak mencetak uang,bukan monopoli Indonesia saja, tetapi juga negara lain. Tahun lalu Uni Eropa 8.5%, US 10%, Cina 19%, India (18%), Afrika Selatan 23% dan Russia 45%.

Di bawah ini adalah grafik US$ M3 yang beredar dari tahun 1980 sampai Maret 2006 (sumber: nowandfutures.com). Sumber datanya dari the Fed (bank sentral US). Karena sejak Maret 2006 tidak lagi melaporkan uang M3 yang beredar maka kedepannya berupa perkiraan yang diturunkan dari data lainnya.


Grafik 2 Pertumbuhan Uang M3 US$ dalam milyar US$
(Sumber: nowandfutures.com)

Selama kurang dari 27 tahun, jumlah US dollar yang beredar naik menjadi 6 kali lipat. Jangan heran kalau kemudian harga-harga bahan dasar naik. Maksudnya, nilai uang turun. Minyak naik dari titik terendahnya $10 per barrel di tahun 1999 sekarang berkisar di level $ 60. Jagung, beras, emas, perak dan komoditas lainnya naik. Lihat trend di grafik berikut ini dan jangan hiraukan unit nya. ( 1 U.S. bushel = 35.24 liter dan 1 oz = 31.1 gram).

Kita bisa teruskan ke bahan-bahan lain. Trendnya sama, yaitu naik (secara nominal). Dalam keadaan seperti ini, pemilik tabungan dirugikan dan para penghutang akan diuntungkan. Nilai riil hutang atau tabungan digerus inflasi.

Catatan Akhir dan Renungan
Pemerintah/Penguasa bukan badan yang berorientasi keuntungan dan bukan pula yayasan sosial yang menciptakan kemakmuran. Pemerintah/penguasa menarik pajak, retribusi, membuat inflasi, mengeluarkan surat hutang. Katanya pajak itu akan kembali ke rakyat. Retorik itu salah. Prioritas utamanya ialah untuk mereka sendiri, membayar gaji. Kalau ada sisa baru disisihkan untuk memelihara dan membangun infra struktur untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Pada tahun-tahun terjadinya krisis di negri ini, seperti 1946 – 1950, 1964 – 1968, 1997 – 2000, perawatan infra struktur hampir tidak ada. Tetapi gaji politikus dan birokrat tetap berjalan, juga aktifitas politiknya.

Saat ini pemerintah giat melakukan operasi pasar untuk minyak goreng. Kalau tujuannya untuk menurunkan harga, adalah usaha yang sia-sia. Saya melihatnya hanya sebagai aktifitas politik yaitu mencari popularitas. Seperti saya katakan: “Ada penipu kecil, penipu ulung, politikus dan Cut Zahara Fonna”. Operasi pasar, memaksa pedagang untuk menjual barangnya di harga yang ditetapkan penguasa atau sejenisnya, sepanjang sejarah tidak bisa membuat kemakmuran meningkat, karena tidak ada pertambahan barang dan jasa di pasar. Kalau tindakan itu dimaksudkan untuk mencari popularitas, pemerintah reformasi ini masih kalah dengan Robert Mugabe. Robert Mugabe dari Zimbabwe, beberapa tahun lalu menyita tanah dari para tuan tanah kulit putih kemudian membagikannya kepada “petani” miskin kulit hitam. Jangan dikira Zimbabwe jadi makmur karena banyak tanah sudah berpindah tangan kepada petani. Produksi pangan menurun karena hengkangnya tuan tanah yang punya keahlian mengelola sistem pertanian. Inflasi harga (kenaikan harga barang) di Zimbabwe mencapai 1700% per tahun tidak hanya dipicu oleh pencetakan uang tetapi juga susutnya jumlah barang di pasar.

Tuan tanah, tengkulak, pengijon, penimbun, spekulator sering dijadikan kambing hitam oleh penguasa. Sebenarnya mereka merupakan bagian yang penting dalam ekonomi pasar. Kalau mereka dihilangkan, ekonomi menjadi terganggu. Nabi Jusuf adalah seorang penimbun dan spekulator. Dia menimbun dan berspekulasi bahan pangan hanya berdasarkan mimpi Firaun. Bulog juga penimbun. Perbedaan antara Bulog dan penimbun/spekulator swasta ialah bahwa pelaku Bulog tidak mempunyai rasa memiliki sehingga rawan korupsi.

Profesi sebagai politikus sangat menggiurkan. Bisa bermain-main dengan kekuasaan dan imbalannya cukup besar. Jaman Reformasi ini seakan sempatan berpolitik dan berpartisipasi di sektor kekuasaan semakin terbuka lebar. Jangan heran kalau dari mulai kiai, pengangguran, guru, artis, beralih ke profesi ini. Kecenderungannya nampak semakin banyak “elite” politik, organisasi kedaerahan, dewan adat, laskar kedaerahan yang orientasinya kekuasaan dan hak atas pajak/restibusi atau sejenisnya yang disebut penghasilan daerah. Harus diingat bahwa aktifitas semacam itu tidak menambah barang atau kemakmuran, bahkan menurunkan kalau semakin banyak orang lari dari sektor-sektor produktif (pertanian, manufakturing, dsb) ke aktifitas politik yang non produktif.

Yang diceritakan di atas adalah institusi yang resmi. Ini tidak termasuk pak Ogah, unit-unit “keamanan”, tukang parkir liar, tukang palak, organisasi kedaerahan dan sejenisnya yang tidak resmi dan ikut menariki iuran. Mereka ini memang tidak ikut dalam komponen pemicu inflasi moneter tetapi punya andil dalam inflasi harga. Iuran-iuran liar ini akan dimasukkan oleh para pedagang dalam komponen biaya dan harga jual barang menjadi lebih tinggi. Jangan heran kalau biaya hidup di Jakarta 30% lebih mahal dari di Kuala Lumpur, karena adanya perbedaan komponen ini.

Kalau trendnya seperti ini, apakah kita masih bisa optimis untuk menjadi makmur?
(Seandainya anda belum membaca bagian I tulisan ini, sebaiknya anda membacanya untuk kelengkapan informasi)

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar