WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menginginkan intervensi lebih luas guna mengatasi krisis keuangan global. AS secara agresif akan menekan negara lain untuk meniru langkah mereka dalam menjamin institusi keuangan.
Menteri Keuangan AS Henry Paulson mengatakan, proposal Depkeu AS kepada Kongres untuk meminta pengesahan belanja sebesar USD700 miliar (sekitar Rp6.600 triliun) guna membeli aset terkait kredit perumahan dapat menjadi cetak biru negara lain.
"Kami memiliki sistem keuangan global dan kita bicara dengan sangat agresif dengan negara lain di seluruh dunia dan mendorong mereka melakukan hal yang sama. Saya yakin beberapa dari mereka akan mengikuti langkah kami," ujar Paulson di Washington.
Menteri Keuangan itu tidak memberikan keterangan lebih lanjut, tapi beberapa pejabat keuangan AS tengah melobi rekan-rekan mereka di Eropa dan Jepang selama 10 hari terakhir untuk mencegah jatuhnya sistem keuangan global. "Saat ini kita bekerja sama dengan partner internasional," ungkap Paulson.
Seperti diberitakan, pemerintahan Presiden George W Bush mengajukan rencana anggaran jaminan sebesar USD700 miliar untuk membeli sekuritas terkait kredit perumahan dalam usaha cepat menenangkan pasar keuangan. Draf rencana itu telah dikirimkan ke anggota Kongres pada Jumat (19/9) malam lalu.
Paulson menambahkan, bank asing masuk dalam rencana jaminan USD700 miliar yang disiapkan pemerintah." Ya,dan mereka harus bisa karena jika sebuah institusi finansial memiliki operasi bisnis di AS dan mempekerjakan orang di AS,kalau mereka terhambat dengan aset tidak cair, mereka memiliki dampak yang sama pada orang Amerika sebagaimana institusi lain,"lanjut Paulson.
Pakar dan pelaku ekonomi bersilang pendapat mengenai langkah pemerintah ini. Intervensi pemerintah atas kredit macet swasta ini dianggap mengubah dogma lama sikap Pemerintah AS atas penanganan kredit macet. Satu per satu perusahaan swasta berusaha diselamatkan, namun hal itu menimbulkan pertanyaan, berapa banyak lagi yang harus diselamatkan.
Alan Blinder,ekonom Universitas Princeton mengatakan, dengan menanggung begitu besar kredit macet, pemerintah juga dihadapkan pada kondisi anggaran yang mengalami defisit begitu besar. Para pembayar pajak alias para pekerja AS yang menjadi aset akhir ekonomi menjadi taruhannya.
"Utang tersebut akan jatuh tempo dan jumlah sangat besar," kata Blinder, seperti dikutip New York Timeskemarin. Nouriel Roubini, ekonom dari Stern School of Business di New York University mengatakan, resesi ini akan berjalan 18 bulan ke depan, sebelum hasil intervensi pemerintah bisa terlihat jelas.Jika rencana pemerintah ini berhasil, katanya,sasaran utama adalah mengatasi inti krisis ini, yaitu kredit rumah yang macet dan anjloknya harga rumah.
Isu Panas
Sementara itu, momen krisis ekonomi yang sedang melanda AS terus menjadi isu panas bagi para kandidat presiden, yaitu Senator Barack Obama dari Partai Demokrat dan Senator John McCain dari Partai Republik. Baik Obama maupun Mc- Cain menegaskan akan mempelajari proposal permintaan pemerintah kepada Kongres untuk menyetujui penggelontoran dana USD700miliar .
Juru bicara Obama, Jen Psaki, mengatakan, Demokrat ingin bekerja sama dengan pemerintahan Presiden George W Bush dan Kongres untukmenjaminagarrencana itu juga mengurangi beban yang ditanggung pekerja, bukan hanya bos dan pemegang saham perusahaan. Obama menginginkan paket yang diajukan pemerintah itu menjadi bagian dari semua rencana. Bukan hanya untuk Wall Street, tapi juga melindungi wajib pajak dan membantu pemilik rumah.
Sementara itu, McCain menyatakan penanganan krisis finansial ini membutuhkan pemimpin dan tindakan untuk memperbaiki fondasi pasar finansial dan mengurangi beban warga Amerika kelas menengah. Berjanji mengkaji proposal itu, McCain menggembargemborkan rencananya untuk sebuah perserikatan "Institusi Hipotek dan Finansial".
"Serikat seperti itu akan secara proaktif menyelesaikan masalah institusi finansial, menegakkan disiplin manajemen dan saham, serta meminimalkan beban wajib pajak," ujarnya. Di sisi lain, krisis ekonomi di AS belakangan telah mengatrol popularitas Obama.
Dipicu ketidakpuasan terhadap cara Republikan menangani perekonomian di saat terjadi krisis finansial, Obama mendapatkan angka tertinggi dalam pollingharian Gallup dengan 50 persen suara, sedangkan McCain hanya memperoleh 44 persen dukungan.
McCain memperoleh peningkatan dukungan pascakonvensi setelah menggandeng Gubernur Alaska Sarah Palin sebagai calon wakil presiden.Walau begitu, dukungan itu semakin berkurang setelah terjadi krisis ekonomi. Sebuah polling negara bagian Florida di Sun Sentinel dan Florida Times-Union menunjukkan, Obama menang tipis atas McCain dengan perolehan 46 persen melawan 45 persen.
"Ini kompetitif, tidak diragukan lagi dan jelas sekali bahwa ekonomi adalah isu pentingnya. Apa yang terjadi di Wall Street pekan ini membantu Obama di Florida," ujar Del Ali of Research 2000, perusahaan independen yang melakukan survei.
www.okezone.com
Senin, 22 September 2008
Krisis Global, AS Inginkan Intervensi Luas
Label:
Finance News Worlds
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar